peduli anak jalanan

 PEDULI DENGAN ANAK JALANAN DI TENGAH KERAMAIAN KOTA


peduli kasih


CERITA SI ANAK JALANAN

DI DEDIKASIKAN UNTUK  GYDION

    aku tidak ingin hidup seperti ini, namun apa daya takdirku begini..
aku tidak ingin mengemis, karena aku tahu aku masih mampu mengais..
   Mungkin kalimat diatas terasa begitu kasar maknanya, namun itulah kenyataan kondisi anak jalanan di Indonesia khususnya kota - kota metropolitan seperti jakarta.
   Tulisan ini bukanlah sebuat cerita yang ditulis  pengamen anak jalanan, karena tulisan ini hanyalah opini dari seorang mahasiswa yang melihat realita anak jalanan. Hampir setiap hari terlihat anak jalanan mengamen, dari yang baik - baik meminta duit dari para pendengarnya hingga yang dengan kasar dan memaksa meminta duit sambil memegang sebuah silet tajam..

    aku tidak menyalahkan mereka, aku tidak menyalahkan pemerintah, dan tidak pula keluarga mereka..atas apa yang membuat mereka seperti itu..dalam hati aku tetap berdoa atas keselamatannya hingga semoga masa depannya dapat lebih baik..
   Lirik lagu diatas. sepenggal dari lagu yang dinyanyikan oleh pengamen anak jalanan…sedih rasanya melihat dirinya yang memegang gitar kecil, tanpa beralaskan alas kaki, serta keringat yang membasahi tubuhnya..
   Mungkin bagiku nyanyiannya bukanlah sebuah lagu, namun lebih sebagai rintihan seorang anak jalanan yang tabah menghadapi keadaannya..Ohh..apa yang bisa aku lakukan ? padahal hampir setiap hari aku diajarkan oleh guruku untuk dapat mengentaskan kemiskinan…toh, kemiskinan yang terlihat di depan mataku tidak dapat aku selesaikan..
   Terima kasih anak jalanan..kamu telah mengajarkanku sebuah nilai kebaikan..


lapar




cerita anak kecil yang kelaparan
"saya lapar bu" 

  Ken, darimana kamu? Suara itu membuat anak kecil yang bernama Ken Hirai agak terkejut. Ya, suara yang tak asing itu adalah suara ibunya. Ken baru saja sampai rumah setelah melakukan perjalanan yang sangat melelahkan untuk usia seumuranya, dan itu baru pertama kali ia lakukan dan rasakan.
Ken kaget melihat wajah ibunya yang tampak tegang. Bahunya dipegang sangat erat oleh ibunya, begitu erat sampai kukunya yang tajam seperti hendak menusuk kulit Ken. Belum pernah Ken melihat ibunya seperti itu sebelumnya. Matanya bengkak, seperti habis menangis, membuat Ken menjadi bingung.
Ken merasa takut melihat ibunya bertampang garang seperti itu. Rasa takut yang mendadak itu membuat badannya menjadi gemetaran. Dalam keadaan ketakutan dan terkejut, Ken mendengar pintu terbuka, ayahnya masuk dengan tiba-tiba. Nafas ayahnya terengah-engah seperti baru saja berlari ratusan kilometer. Wajah ayahnya juga tampak tegang, sama seperti ibunya.
“Dari mana saja kamu, Ken? Kamu meninggalkan kantor ayah jam 2 siang dan sekarang jam 8 malam baru sampai dirumah.” Tanya ayahnya sambil mengatur nafas yang masih tak beraturan.
Sekarang giliran Ken yang makin bertambah bingung, dia penasaran kenapa orang tuanya jadi tegang seperti itu. Mereka juga seperti tak sabar menunggu jawaban dari Ken. Mereka masih berdiri tak bergerak, menunggu Ken memberi jawaban. Ibu dan ayahnya tanpa melepas pandangan ke mata Ken penuh tanda tanya dan bercampur marah. Tapi, sebelum Ken sempat menjawab, sebelum berkata sepatah kata pun, Ken keburu pingsan dan jatuh ke lantai.
***


saya lapar


Beberapa saat kemudian ketika Ken telah siuman, dia mendapati dirinya telah terbaring di tempat tidur. Sayup-sayup dia mendengar suara orang sedang berbicara yang berasal dari ruang sebelah. Suara itu sangat dia kenal, itu adalah suara ayahnya dan suara pamannya yang merupakan seorang dokter.
“Saya pikir Ken pingsan karena kelelahan dan terlalu lama terkena sinar matahari. Usianya baru sepuluh tahun dan itulah sebabnya ia tidak bisa menahan keadaan seperti itu. Tadi sang, dia pergi kemana?” Suara pamannya seperti sedang menginterogasi ayah Ken.
“Sebenarnya saya lupa tak membawa ponsel saya tadi pagi. Jadi saya menelepon istri saya untuk mengantar Ken ke kantor dan sekalian membawa ponsel saya. Kita tahu kan bahwa untuk pengusaha, hidup tanpa ponsel seperti hidup tapi tanpa kehidupan.” Ayah Ken menarik nafas panjang kemudian ia kembali melanjutkan perkataannya,
“Hari ini untuk pertama kalinya Ken datang ke kantor saya. Saya memberinya minum dan makan siang tadi. Sekitar jam 2 siang, Ken meninggalkan kantor. Saya memberinya uang sepuluh ribu rupiah untuk naik angkot pulang kerumah. Saya mengantarnya sampai ke halte, kemudian saya kembali ke kantor.”
“Dan dia sampai di rumah jam 8 malam. Kami tidak tahu selama 6 jam dia berada dimana,”suara ibu Ken menyambung penjelasan ayahnya. Ibunya masih menangis dan menangis.
Ken yang mendengarkan percakapan itu dari kamar sebelah, memutuskan untuk memanggil ibunya dan memberitahu mereka bahwa dia tidak apa-apa.
“Ibu ………” Usaha pertama dilakukan Ken, tapi tidak menghasilkan suara yang jelas dari bibir mungilnya. Ken mencoba lagi dan kali ini benar-benar keras dan jelas suaranya,”Ibuuu……..!!!”
Ayah dan ibu Ken serta dokter yang berada di ruang sebelah bergegas mendatangi dan masuk ke kamar Ken. Ibunya langsung memberi minum dan kemudian bertanya pertanyaan yang sama.
“Darimana saja tadi kamu, Ken?” Kali ini Ken merasa harus menjawab secepatnya.
“Ibu, ketika ayah meninggalkan saya berdiri di dekat halte, selama 5 menit tidak ada angkot yang lewat. Dan saya tetap menunggu di sana, sampai dia datang mendekati saya….”
Sebelum Ken selesai bicara, Ayahnya memotong perkataannya,
“Dia siapa?”
“Dia seorang gadis kecil. Dia meminta makanan. Dia lapar, Ayah. Jadi saya memberinya uang sepuluh ribu rupiah. Dia membeli makanan dan memakannya dengan lahap. Kemudian dia tersenyum pada saya sebelum berlalu pergi. Saya pulang ke rumah dengan berjalan kaki.” Ucap Ken mengakhiri penjelasan.

“Kamu pulang dengan berjalan kaki. Kamu berjalan 15 km. Apakah kamu ………!!!.”
Ayah Ken tiba-tiba memberi tanda, seperti mengisyaratkan agar ibu Ken berhenti memarahi Ken.
“Ken anakku, pengemis itu hanya membodohi semua orang, agar mereka bisa memperoleh uang. Mereka mempermainkan kita dengan sikap mereka agar kita merasa iba. Kamu tidak harus memberi mereka uang.” Kata Ayahnya menjelaskan.
“Tapi gadis kecil itu lapar, Ayah.”
“Bagaimana kamu bisa mengatakan bahwa dia lapar? Bagaimana kamu bisa mengatakan bahwa dia tidak membodohimu?” Kali ini ibunya berbicara lagi. Nada suaranya sudah tidak seperti sebelumnya, bukan nada marah lagi.
“Saya tidak tahu, Bu. Tapi satu-satunya yang saya tahu adalah bahwa gadis kecil itu lapar, Bu. Dia menangis karena lapar, dia mengemis karena tak punya makanan. Dia pasti lapar, Bu…. Dia lapar, dia kelaparan tak punya makanan, ayah.”
Keadaan menjadi hening sejenak. Dokter, Ayah dan Ibunnya menatap ke arah Ken. Mungkin mereka sedikit heran atau kecewa mengetahui ada yang membodohi seorang Ken Hirai. Namun, apapun yang mereka pikirkan, Ken tidak peduli. Satu-satunya hal yang Ken tahu adalah bahwa hari ini dia membantu seseorang. Dia menjadi alasan seseorang untuk tersenyum. Dia membuat seorang gadis kecil bisa makan. Tanpa dia sadari juga, dia adalah sebab seseorang bisa hidup.

sekian cerita anak jalanan PEDULI KASIH 
kirim ke



tab 240x240

sedikit bantuan anda sangat berarti untuk mereka
"kalau bukan kita siapa harapan mereka"
ketuk hati annda dan bantulah mereka 

No comments:

Post a Comment

PESAN ONLINE TRANSFER BCA